BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini
berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan
perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi
masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi
muda, yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter,
dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus
diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik.
Melihat situasi
“produk” pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang tua, secara subyektif
sering membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan
situasi di mana mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah. Atas situasi,
sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian
orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai-nilai
budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang
lebih berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan
budaya bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan
keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap
mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan
ajaran agama.
Kurikulum adalah
jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education), oleh karena itu,
sudah seharusnya kurikulum saat ini memberikan perhatian yang lebih besar pada
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus
terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan
mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada
paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus
lebih diutamakan. Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak
semudah memberi instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan
pengulangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip
sebagai berikut : “Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh
dengan latihan menjadi santun.” (HR Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa
proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami
peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan
mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal
agama dan nilai -nilai moral.
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Salah satu prinsip
pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan KTSP
2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan
pendidikan berkarakter
3. Menjelaskan bagaimana implementasi
pendidikan berkarakter dalam KTSP
1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui lebih jelas tentang KTSP
2. Dapat mengetahui lebih lengkap tentang
pendidikan berkarakter
3. Dapat mengetahui implementasi pendidikan
berkarakter dalam KTSP
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KTSP
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran atau
tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok
atau pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber atau bahan atau alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok atau pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
KTSP dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan KTSP mengacu pada SI, SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan
kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite
sekolah atau madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan
disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL
serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
2.2 Pendidikan Berkarakter
Pengertian karakter
menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter
mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations) dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Tiga pilar
pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan
potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia,
misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola
perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu
cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda
(multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner.
Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik,
cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas
linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang
bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian
anak.
2.2.1 Konsep
Pendidikan Karakter
Konsep pendidikan
karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di
rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam
hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi
syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Karena, apalah jadinya
jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua atau sebaliknya.
Karakter mulia
berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis,
analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati dan rela berkorban. Individu jug memiliki kesadaran
untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak
sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika,
dan perilaku).
Individu yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara
serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of
all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ekstra kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Di samping
itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang
dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter
berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal
(bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the
golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila
berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Pada penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah juga harus berpijak kepada nilai-nilai karakter
dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau
lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan
kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya),
tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama,
percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan.
Para pakar
pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus
pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan
penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di
negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain
menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman
nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
2.2.2 Tujuan, Fungsi
dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter
pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh
iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter
berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Pendidikan karakter
dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.2.3 Konfigurasi
Karakter
Para pakar telah
mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al.
(1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak
digunakan, yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan,
pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan
pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)
mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni:
pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi
didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian
psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Adapun acuan
konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural
tersebut dikelompokan sebagaimana uraian berikut.
1.
Olah Hati (Spiritual
and emotional development). Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
2.
Olah Pikir (intellectual
development). Olah pikir bermuara
pada pengelolaan intelektual.
3.
Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara pada pengelolaan fisik.
4.
Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development). Olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas
Dengan memadukan
secara seimbang keempat kepribadian itu anak akan mampu menghayati dan
membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter.
2.2.4
Peran Guru dalam Pendidikan Karakter
Dalam karakter
pendidikan guru penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti
seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat
terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya
seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter
yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik
berdasarkan nilai-nilai Yang dimaksud serta mendefinisikannya dalam bentuk
perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Yang
terpenting adalah semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap
standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.
Seseorang dapat
dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang
dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Demikian juga seorang pendidik dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan
keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai
kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian
pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian yang ditinjau
dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan,
ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang
berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit
(transfer pengetahuan atau ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan
mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari).
2.2.5
Mengembangkan Pendidikan Karakter di Sekolah
Pendidikan Karakter perlu dikembangkan di sekolah. Sebagai upaya
untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan
jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan
penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Pengembangan
pendidikan karakter bisa menggunakan kurikulum berkarakter atau “Kurikulum
Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu
yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak
terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan
menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.
Pembelajaran
holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry, dimana anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan
berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya
dan belajar dengan “cara” mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si
pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang
dirancang. Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik
apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami, natural, nyata, dekat dengan
diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep
pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan
bahan-bahan atau sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat
model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.
Tujuan model
pendidikan holistik berbasis karakter adalah membentuk manusia secara utuh
(holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial,
kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal. Selain itu untuk
membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar sejati) bisa dilakukan dengan beberapa langkah
sebagaimana uraian berikut.
1.
Menerapkan metode
belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat
meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara
aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan
dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based
learning, integrated learning).
2.
Menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana
yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat.
3.
Memberikan pendidikan
karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan
aspek knowing
the good, loving the good, and acting the good.
4.
Metode pengajaran yang
memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang
melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia.
5.
Seluruh pendekatan di
atas menerapkan prinsip-prinsip.
2.3 Implementasi KTSP
dan Pendidikan Berkarakter
Karakter dapat
dikembangkan dalam KTSP adalah pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan
kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar
dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor) merupakan basis pengembangan KTSP.
Ditjen Pendidikan
Dasar sebetulnya sudah merintis program-program pendidikan karakter. Pendidikan
karakter dimensinya berbagai macam, ada dimensi kreativitas, kejujuran,
kedisiplinan. pendidikan karakter yang menekankan dimensi disiplin. Pendidikan
antikorupsi, kita juga sudah terapkan. Juga ada pendidikan lingkungan hidup.
Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi pendidikan karakter yang sudah
diterapkan di jenjang pendidikan dasar.
Efektivitas
implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategi
pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa model dan strategi pembelajaran
pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1) mengartikan
“karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku (cipta, rasa,
karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan pendidikan).
(2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif
untuk perkembangan karakter. (3) menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat
kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan moral.
(5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang dengan
menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan membantu
mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan motivasi diri mahasiswa. (7)
melibatkan staf atau karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral
yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk
mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para mahasiswa.
(8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif
pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai
mitra dalam upaya pembangunan karakter.
Desain pengembangan
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari
di masyarakat. Desain dari kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini
diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk
pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstra
kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah atau
Madrasah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di Sekolah atau Madrasah juga sangat terkait
dengan manajemen atau pengelolaan Sekolah atau Madrasah. Pengelolaan yang
dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di Sekolah atau Madrasah
secara memadai.
BAB III
KESIMPULAN
KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuanpendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus.
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of
all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ekstra kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Di samping
itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter
berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Dengan demikian,
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta
didik sehari-hari di masyarakat. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan
prestasi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
M. Furqon Hidayatullah. 2010. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat
& Cerdas. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011. Panduan Pelaksanaan
Pendidikan Karakter. Jakarta: Puskurbuk.
Megawangi, Ratna. 2011. Seri Pendidikan Karakter, Mencetak Generasi
Kratif. Jakarta: IHF.
Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: FE-UI.
Doddington, Christine, Hilton Mary.2010. Pendidikan Berpusat
Pada Anak, Membangkitkan Kembali Tradisi Kreatif. Jakarta: Indeks.
Aksay. 2008. Kurikulum KTSP, (Online), (http://aksay.multiply.com/journal/item/ 10/KURIKULUM_KTSP?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem,
diakses 9 April 2012).
Koesoema A, Doni. 2011. Pendidikan Karakter, (Online),(http://www.pendidik ankarakter.org/12%20Pilar.html, diakses 12 April 2012).
Sudrajat. Akhmad. 2010. Apa Pendidikan Karakter itu?, (Online), (http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html, diakses 12 April 2012).
HM, Sartono. 2011. Pengintegrasian Pendidikan Karakter
dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Online), (http://www.slideshare.net/sarhaji/pengintegrasian-pendidikan-karakter-dalam-pengembangan-kurikulum-10099847, diakses 12 April 2012).
0 komentar:
Posting Komentar