BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis Kurikulum
1. 1. Separated Subject Curriculum (Kurikulum Mata Pelajaran Terpisah Atau Tidak Menyatu).
Kurikulum ini dikatakan demikian, karena bahan pelajaran disajikan pada peserta didik dalam bentuk subjek atau mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang lainnya. Organisasi subject curriculum dianggap berasal dari zaman Yunani kuno. Orang Yunani telah mengajarkan berbagai bidang studi seperti kesusastraan, matematika, filsafat, dan ilmu pengetahuan ditambah dengan musik dan atletik. Orang Romawi menerimanya dari orang Yunani sambil mengadakan perubahan. Mereka mengadakan dua kategori utama yaitu trivium (gramatika, retorika, dan logika) dan quadrivium (arithmetika, geometri, astronomi, dan musik), yang kemudian dikenal sebagai “the seven liberal arts” yang memberikan pendidikan umum.
Pada abad pertengahan tujuan pendidikan menjadi paktis dan vokasional. Di universitas misalnya dipelajari tiga bidang utama, yakni teologi, kedokteran, dan hukum. Tidak jelas apa yang terjadi dengan “the seven liberal arts” itu. Yang diketahui ialah bahwa bahasa Latin menjadi mata pelajaran yang sangat penting. Baru pada abad ke-19 mulai berkembang mata pelajaran dengan pesatnya. Setiap mata pelajaran harus lebih berjuang sebelum diakui dan diterima sebagai mata pelajaran di sekolah seperti bahasa ibu, bahasa asing, fisika, biologi, dan sebagainya. Juga timbul berbagai mata pelajaran yang dianggap non akademis seperti tata buku, pekerjaan tangan, pertanian, pendidikan jasmani, pendidikan kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Kini terdapat ratusan mata pelajaran di sekolah maupun universitas. Inilah jenis kurikulum yang umumnya terdapat di kebanyakan negara, juga Indonesia baik SD maupun di Sekolah Menengah sampai Universitas.
Apakah sebenarnya subject atau mata pelajaran itu? Subject itu ialah hasil pengalaman umat manusia sepanjang masa, atau kebuadayaan dan pengetahuan yang dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu kala. Bahan ini lalu disusun secara logis dan sistematis, disederhanakan dan disajikan kepada anak-anak di sekolah sebagai mata pelajaran yang telah disesuaikan dengan usia dan kematangan murid-murid. Untuk itu bahan pelajaran dibagi-bagi untuk tiap-tiap kelas. Batas-batas bahan pelajaran itu dihormati benar dan biasanya tidak dilamapui. Dalam subject curriculum anak-anak dipaksakan mempelajari pengalaman umat manusia yang lampau, tidak selalu berkaitan erat dengan pengalaman anak itu sendiri. Oleh sebab itu banyak yang tidak dapat diselami oleh anak itu sendiri, lalu dihafal untuk diingat dan kemudian dilupakan. Kurikulum yang subject-centered ini terutama ditujukan kepada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan pribadi anak sebagai keseluruhan.
Kurikulum ini mudah dijadikan uniform atau seragam di seluruh negara, dengan maksud agar pendidikan di mana saja sama tarafnya. Untuk memperkuat keseragaman itu diberikan pula rencana pelajaran terurai yang menentukan dalam garis-garis kecil apa yang harus disajikan kepada murid-murid setiap minggu, setiap jam. Kurikulum yang seragam ini memudahkan anak-anak pindah sekolah. Pada akhir sekolah dapat diadakan ujian negara yang uniform pula. Keseragaman bahan pelajaran yang diberikan kepada semua anak dalm suatu kelas menimbulkan kesalah didaktis untuk menyamaratakan semua murif, yang pandai, maupun yang kurang pandai. Untuk mencari jalan tengah biasanya guru menyesuaikan pelajaran dengan anak-anak yang “sedang” kepandaiannya. Tentu saja cara ini tidak memuaskan bagi anak-anak . Kurikulum yang berpusatkan pada mata pelajaran ini sangat banyak dipakai, karena banyak mengandung hal yang menguntungkan.
Kurikulum ini memiliki banyak keunggulan sebagai berikut:
- a) Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis, sistematis dan berkesinambungan, hal ini karena setiap bahan telah disusun dan diuraikan secara sistematis dan logis dengan mengikuti urutan yang tepat yaitu dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks.
- b) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana, mudah direncanakan dan mudah dilaksanakan dan mudah juga diadakan perubahan jika diperlukan. Adanya kesederhanaan itu sangat diperlukan karena hal itu jelas akan menghemat tenaga sehingga menguntungkan baik dari pihak pengembang kurikulum itu sendiri maupun guru atau satuan pendidikan untuk melaksanakannya.
- c) Kurikulum ini mudah dinilai untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk dilakukan perubahan seperlunya. Karena kurikulum ini terutama bertujuan untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan maka hal itu dapat dengan mudah diketahui hasilnya yaitu dengan melakukan pengukuran yang berupa tes.
Disamping ada keunggulan-keunggulan kurikulum bentuk ini, ada pula kelemahan-kelemahannya, antara lain:
- a) Kurikulum ini memberi mata pelajaran secara terpisah, satu dengan yang lain tidak ada saling hubungan. Hal itu memungkinkan terjadinya pemerolehan pengalaman secara lepas-lepas tidak sesuai dengan kenyataan. Kurikulum bentuk ini kurang memperhatikan masalah-masalah yang dihadapai anak secara faktual dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kurikulum ini hanya sering mengutamakan penyampaian sejumlah pengetahuan yang kadang-kadang tidak ada relevansinya dengan kebutuhan kehidupan.
- b) Cenderung statis dan ketinggalan zaman. Buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan jika penyusunannya dilakukan beberapa atau bahkan puluhan tahun yang lalu dan jika tidak dilakukan revisi untuk keperluan penyesuaian akan ketinggalan zaman.
- c) Tujuan kurikulum bentuk ini sangat terbatas karena hanya menekankan pada perkembangan intelektual dan kurang memperhatikan faktor-faktor yang lain seperti perkembangan emosional dan sosial.
2. Correlated curriculum (Kurikulum Korelasi Atau Pelajaran Saling Berhubungan).
Mata pelajaran dalam kurikulum ini harus dihubungkan dan disusun sedemikian rupa sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu melengkapi yang lain. Jadi di sini mata pelajaran itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak berdiri sendiri. Untuk memadukan antara pelajaran yang satu dengan yang lainnya, ditempuh dengan cara-cara korelasi antara lain:
- Korelasi okasional atau incidental, yaitu korelasi yang diadakan sewaktu-waktu bila ada hubungannya. Misalnya pada pelajaran geografi dapat disinggung soal sejarah, dan sebagainya.
- Korelasi etis, yaitu yang bertujuan mendidik budi pekerti sebagai pusat pelajaran diambil pendidikan agama atau budi pekerti.
- Korelasi sistematis, yaitu yang mana korelasi ini disusun oleh guru sendiri.
- Korelasi informal, yang mana kurikulum ini dapat berjalan dengan cara antara beberapa guru saling bekerja sama, saling meminta untuk mengkorelasikan antara mata pelajaran yang dipegang guru A dengan mata pelajaran yang dipegang oleh guru B.
- Korelasi formal, yaitu kurikulum ini sebenarnya telah direncanakan oleh guru atau tim secara bersama-sama.
- Korelasi meluas (broad field), di mana korelasi ini sebenarnya merupakan fungsi dari beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang sama dipadukan menjadi satu bidang studi.
Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk correlated ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
- a) Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran yang dapat menopang kebulatan pengalaman dan pengetahuan peserta didik berhubung mereka menerimanya tidak secara terpisah-pisah.
- b) Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran memungkinkan peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan pengalamannya secara fungsional. Hal ini disebabkan mereka dapat memanfaatkan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya.
Adapun kurikulum correlated curriculum memiliki kelemahan-kelemahan antara lain:
- a). Kurikulum bentuk ini pada hakekatnya masih bersifat subject centered dan belum memiliki bahan yang langsung dengan minat dan kebutuhan peserta didik serta masalah-masalah kehidupan sehari-hari.
- b) Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan lingkup yang lebih luas tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam. Pembicaraan tentang bebagai pokok masalah bagaimanapun juga tetap tidak dipadu, karena pada dasarnya masing-masing merupakan subjek yang berbeda. Rasanya hampir tak mungkin mempergunakan waktu yang hanya sedikit itu untuk memberikan berbagai pokok masalah yang sebenarnya berasal dari beberapa mata pelajaran yang berbeda.
3. Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu).
Integrasi berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan kesuluruhan. Integrated Curriculum di sini maksudnya beberapa mata pelajaran dijadikan satu atau dipadukan. Dengan meniadakan batas-batas mata pelajaran dan bahan pelajaran yang disajikan berupa unit atau keseluruhan. Kurikulum ini memiliki beberapa keunggulan antara lain:
- a) Segala hal yang dipelajari dalam kurikulum ini bertalian erat satu dengan yang lainnya. Peserta didik tidak hanya mempelajari fakta-fakta yang lepas-lepas dan kurang fungsional untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
- b) Kurikulum ini sesuai dengan teori baru tentang belajar yang mendasarkan berbagai kegiatan pada pengalaman, kesanggupan, kematangan dan minat peserta didik. c) Dengan kurikulum ini lebih dimungkinkan adanya hubungan yang erat antara madrasah dan masyarakat, karena masyarakat dapat dijadikan laboratorium tempat peserta didik melakukan kegiatan praktik.
Keberatan terhadap Integrated Curriculum:
- a) Guru-guru tidak dididik untuk menjalankan kurikulum seperti ini. Kurikulum sekolah guru dewasa ini kebanyakan didasarkan atas mata pelajaran yang terpisah-pisah, jadi bercorak separate Subject atau berdasarkan broad field (IPS, IPA, Matematika, Bahasa Indonesia), sesuai dengan kurikulum yang terdapat pada SD dan MI. Memasukkan kurikulum yang baru akan menimbulkan kesukaran bagi murid-murid dan guru.
- b) Kurikulum ini dianggap tidak mempunyai organisasi-organisasi yang logis dan sistematis.Karena bahan pelajaran tidak ditetapkan lebih dahulu, akan tetapi direncanakan dengan mengadakan rundingan dengan murid-murid, maka tidak akan terdapat di dalamnya susunan yang logis sistematis. Justru bahayanya, anak-anak mendapat bahan yang sama pada kelas lain.
- c) Kurikulum ini memberatkan tugas guru.Bahan pelajaran mungkin sekali tiap tahun berlainan, baik mengenai pokok-pokok yang dibicarakan, maupun mengenai isinya. Tiap tahun guru itu boleh dikatakan menghadapi bahan yang baru, dan karena itu memerlukan lebih banyak inisiatif dan usaha dari guru. Hal ini merupakan suatu kebaratan bagi guru yang lebih suka bekerja menurut rutin dengan mengikuti buku pelajaran tertentu untuk tiap mata pelajaran.
- d) Kurikulum ini tidak memungkinkan unjian umum.Oleh sebab bahan pelajaran boleh dikatakan berlainan setiap tahun, dan tentu pula berbeda sekali di berbagai sekolah, maka pengetahuan anak-anak pada waktu tamat tidak sama pula. Kurikulum ini tidak mengharapkan pengetahuan yang sama untuk semua murid, justru sedapat mungkin menyesuaikan dengan keadaan lingkungan anak itu. Karena itu kurikulum ini tidak menginginkan ujian yang uniform di seluruh negara atau daerah. Perbedaan bahan pelajaran di berbagai sekolah di berbagai tempat dianggap pula suatu keberatan bagi anal-anak yang pindah ke sekolah lain.
- e) Anak-anak dianggap tidak sanggup menentukan kurikulum.Dalam organisasi kurikulum ini anak-anak turut serta diajak berunding untuk menentukan hal-hal yang akan dipelajari. Orang beranggapan, bahwa murid-murid terlampau muda daan karena itu tak sanggup dan tak cukup berpengalaman untuk menentukan apa yang perlu bagi pendidikannya. Oleh sebab itu pihak atasan orang dewasalah yang selayaknya menetapkan sepenuhnya apa yang harus diajarkan.
- f) Alat-alat sangat kurang untuk menjalankan kurikulum.Untuk melaksanakan kurikulum ini diperlukan ruangan-ruangan dan alat-alat khusus. Setidak-tidaknya harus ada perpustakaan yang lengkap sebagai suatu sumber yang penting guna mengadakan penyelidikan-penyelidikan oleh anak-anak. Gedung-gedung sekolah kita sekarang masik terikat pada filsafat pendidikan yang tradisional. Lagi pula setiap kelas penuh sesak dengan murid-murid, sehinggan kurikulum modern tak dapat dijalakan dengan efektif.
B. Model Pengembangan Kurikulum
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan, membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Para ahli kurikulum berupaya merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) menyebutnya menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang barsifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu. Sedangkan Shane (1993) membagi desain kurikulum menjadi empat desain, yaitu desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum :
1. The Administrative Model.
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.
2. The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Dari beberapa kajian di atas, maka dapat ditemukan ciri-ciri dari grass roots model yaitu :
1.Guru memiliki kemampuan yang professional.
2.Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3.Muncul konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para guru.
4.Bersifat desentralisasi dan demokratis.
3. Beauchamp’s System. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
1) Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah akabuapten saja sebagai pilot proyek.
2) Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu:
- Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
- Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih,
- Para profesional dalam sistem pendidikan.
- Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriwan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
- § Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
- § Bila iya, apakah peranan mereka?
- § Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?.
3) Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4) Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Lebih jauh lagi mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu:
a. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh negara. Penetapan wilayah ditentukan oleh pihak yang memiliki wewenang pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
b. Menetapkan personalia yang akan turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang dapat dilibatkan yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
- Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari luar;
- Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
- Para profesional dalam sistem pendidikan; dan
- Profesional lain dan tokoh masyarakat.
c. Organisasi dan prosedur pengembangan yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu :
- membentuk tim pengembang kurikulum;
- mengadakan evaluasi atau penelitian terhadap kurikulum yang berlaku;
- studi penjajagan kemungkinan penyusunan kurikulum baru;
- merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru; dan
- penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
§ Implementasi kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab membutuhkan kesiapan menyeluruh, baik guru, peserta didik, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dan pimpinan sekolah atau administrator setempat.
d. Evaluasi kurikulum, pada langkah ini minimal mencakup empat hal yaitu:
- valuasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru;
- evaluasi desain;
- evaluasi hasil belajar peserta didik; dan
- evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh digunakan untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
4. The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhna kompeonen kurikulum. Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu. Karena sifatnya yang ingin merubah, pengembangan kurikulum seringkali mendapat tantangan dari pihak tertentu.
Terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ;
- Berbentuk proyek dan
- Berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada.
Beberapa keunggulan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
- Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi nyata;
- Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
- Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada;
- Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.
1. 5. Taba’s Inverted Model
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan:
- Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
- Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu,
- Menyusun unit-unit kerikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,
- Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Langkah pengembangan kurikulum model Taba, yaitu
- Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
- mendiagnosis kebutuhan;
- merumuskan tujuan-tujuan khusus;
- memilih isi;
- mengorganisasi isi;
- memilih pengalaman belajar;
- mengorganisasi pengalamanbelajar;
- mengevaluasi; dan
- melihat sekuens dan keseimbangan
- Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
- Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
- Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat sesuai tuntutan kurikulum.
6. Roger’s Interpersonal Relation Model.
Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu.
Menurut when crosby (1970:388) dalam Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa “perubahan kurikulum adalah perubahan individu”.
Menurut Rogersmanusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
- § Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
- § Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para administrator seperti telah dikemukakan di atas,
- § Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
- § Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan kelompok di atas. Metode pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity trainning, encounter group, dan Trainning Group (T Group).
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. Metode pendidikan yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group ( T Group ).
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak jenis-jenis kurikulum yaitu Separated Subject Curriculum (Kurikulum Mata Pelajaran Terpisah Atau Tidak Menyatu) , Correlated curriculum (Kurikulum Korelasi Atau Pelajaran Saling Berhubungan), Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu). Dalam kurikulum separated subject bahan pelajaran disajikan pada peserta didik dalam bentuk subjek atau mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang lainnya. Pada correlated curriculum mata pelajaran harus dihubungkan dan disusun sedemikian rupa sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu melengkapi yang lain. Integrated Curriculum di sini maksudnya beberapa mata pelajaran dijadikan satu atau dipadukan. Dengan meniadakan batas-batas mata pelajaran dan bahan pelajaran yang disajikan berupa unit atau keseluruhan.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu The Administrative Model, the Grass Roots Model, Beauchamp’s System, The Demonstration Model, Taba’s Inverted Model, Roger’s Interpersonal Relation Model. Pada the administrative model inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Pada grass roots model inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Beauchamp’s system mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriwan. Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Taba’s Inverted Model berpendapat model deduktif kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional. Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar.Prof.Dr. (2000). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: UPI Bandung.
Zamroni. 2011. Jenis-Jenis Kurikulum (online). (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2133096-jenis-jenis-kurikulum/, diakses pada tanggal 9 Maret 2012).
Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. 2011. Model Pengembangan Kurikulum (online). (http://blog.tp.ac.id/model-pengembangan-kurikulum, diakses pada tanggal 9 Maret 2012).
Sarjanaku. 2011. Model-Model Pengembangan Kurikulum (online). (http://www.sarjanaku.com/2012/01/model-model-pengembangan-kurikulum.html, diakses pada tanggal 9 Maret 2012).
Imadiklus. 2011. Model-Model Pengembangan Kurikulum (online). (http://www.imadiklus.com/2011/12/model-model-pengembangan-kurikulum.html, diakses pada tanggal 9 Maret 2012).
Imadiadi. 2011. Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots (online). (http://imadipascasarjana.blogspot.com/2011/03/makalah-medel-pengembangan-kurikulum.html, diakses pada tanggal 9 Maret 2012).
0 komentar:
Posting Komentar