29 Feb 2012

BAB I Perlunya paradigma Baru Pendidikan


PARADIGMA ALTERNATIF PEMBELAJARAN

Pendahuluan

Pada bagian pertama ini anda diajak untuk megkaji dan membahas Paradigma Baru Pembelajaran. Seperti kita pahami bersama, banyak pandangan yang memberikan arah baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan yagn semakin mendorong terjadinya perubahan konsep dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir di dalam memahami lebih dalam persoalan-persoalan pembelajaran.
Dengan mengkaji paradigma alternatif pembelajaran ini pula para pendidik atau calon pendidik diharapkan dapat memandang sesuatu masalah, mengambil tindakan/keputusan yang terkait dengan praktik pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran dapat menjadi lebih terarah dan pada akhirnya dapat dioptimalisasi sebagaimana yang diharapkan. Pengkajian paradigma alternatif ini akan memberikan bek`l dasar di dalam mengkaji bagian-bagian lebih lanjut dari uraian buku ini yang memungkinkan berkembangnya nuansa-nuansa baru pembelajaran yang lebih inovatif.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka pada bagian ini akan dipaparkan tentang beberapa dimensi yang terkait dengan paradigma alternatif pembelajaran, yaitu: perlunya paradigma alternatif pembelajaran, belajar sebagai pilar utama pendidikan, pembelajaran sebagai proses pemberdayaan diri, konstruktivisme sebagai paradigma alternatif. Terkait dengan bahasan tersebut, maka setelah mempelajari bab ini, berdiskusi dengan rekan-rekan anda serta mengerjakan tugas-tugas latihan yang disediakan, diharapkan anda memiliki kompetensi;

1. Menjelaskan perlunya paradigma alternatif pembelajaran.
2. Menjelaskan kedudukan pembelajaran sebagai pilar utama pendidikan. 
3. Menjelaskan pembelajaran sebagai proses pemberdayaan diri.
4. Menjelaskan paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran.

Menjelaskan perlunya paradigma alternatif pembelajaran. Menjelaskan kedudukan pembelajaran sebagai pilar utama pendidikan. Menjelaskan pembelajaran sebagai proses pemberdayaan diri. Menjelaskan paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran.

A.     Perlunya paradigma Baru Pendidikan

Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi juga bukan merupakan sesuatu yang bisa diabaikan hanya untuk mengejar tataran formal saja. Maka yang perlu dilakukan sekranag bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik. Pembelajaran akan berfokus pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara sosial  dan kultural, mendorong siswa membangun peemahaman dan pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan prespektif budaya. Tugas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai derajat berpikir tingakat tinggi (Kamdi, 2008).

Dalam salah satu sambutannya, Mendiknas memberikan arah kebijakan mendasar dalam meletakkan kerangka pembangunan pendidikan masa mendatang. Dalam kesempatan tersebut dikemukakan bahwa paradigma pendidikan kita tidak sekedar menempatkan manusia sebagai alat produksi. Manusia harus dipandang sebagai sumber daya yang utuh. Pendidikan tidak boleh terjebak pada teori-teori ekonomi neoklasik, suatu teori yang menempatkan manusia sebagai alat produksi, di mana penguasaan iptek bertujuan menompang kekuasaan dan kepentingan kapitalis. “Saya akan membawa pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya” (Kamdi, 2008:2).

Kelemahan terbesar dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembelajaran kita menurut Purwasasmita (2002:132) karena pendidikan tidak memiliki basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangkan berdaarkan model ekonomik untuk menghasilkan/membudaya manusia pekerja (abdi dalem) yang sudah disetel menurut tata nilai ekonomi yang berlatar (kapitalistik), sehingga tidak mengherankan bila keluaran pendidikan kita menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkaian manfaat yang seharusnya menjadi hal yang paling esensial dalam pendidikan dan pembelajaran.

Pemikiran-pemikiran yang positif memberikan arahan bahwa sudah selayaknya jika dunia pendidikan diarahkan pada upaya transformasi dan pengembangan prinsip-prinsip secara komprehensip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Kepada para peserta didik perlu diberi bekal pengetahuan serta nilai-nilai dasar sebagai suatu pandangan hidup yang sangat pluralis, baik dari aspek etnisitas, kultural, maupun agama. Jika dunia pendidikan berhasil melaksanakan tugas ini, maka pada gilirannya masyarakat kita di masa depan semakin lama akan berkembang menjadi masyarakat berkualitas secara intelektual dan moral. Namun sebaliknya, jika gagal, maka kita tidak bisa berharap generasi masa depan akan mampu menampilkan sosok bangsa yang cerdaas serta mampu menjunjung nilai-nilai luhur budayanya.

Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan melalui komunikasi dialogis yang transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktifitas pembelajaran. Suasana yang memberi kesempatan luas bagi peserta didik untuk berdialog dan mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan diri dan potensinya. Hal ini menjadi sangat penting karena para pendidik juga adalah pemimpin yang harus mengakomodasi berbagai pertanyaan dan kebutuhan peserta didik secara transparan, toleran, dan tidak arogan, dengan membuka seluas-luasnya kesempatan-kesempatan dialog kepada peserta didik (Parkey, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau nondefensif serta selalu berupaya mendorong sikap positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan proses pembelajaran (Goldsmith, 1996: 236). Para pendidik maupun peserta didik, sesuai dengan kapasitasnya, harus berusaha untuk mampu saling menghargai dan menghormati pendapat atau pandangan orang lain. Karena itu suasana pendidikan harus diciptakan dalam rangka mengembangkan dialog-dialog kreatif dimana setiap peserta didik diberi kesempataang sama untuk diskusi, berdebat, mengajukan dan merespon berbagai persoalan yang muncul dalam setiap kegiatan pembelajaran. Yang terpenting adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menjadi sebijaksana mungkin menurut kemampuannya masing-masing. Suasana kesetaraan perlu dikembangkan dengan berorientasi pada upaya mendorong peserta didik agar mampu menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada di atara sesama secara harmonis dan rasional.

Dalam proses pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan  secara menyeluruh dn terpadu. Pengembangan  potensi siswa secara tidak seimbang pada gilirannya menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan parsial. Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja 9Gordon, 1997:8). Guru memegang peranan setrategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit  digantikan oleh yang lain (Supriadi:1998). Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekalpengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek pembelajaran secara holistik yang mendukung terwujudnya pengembangan potensi-potensi peserta didik.

Menteri Pendidikan Nasional melalui sambutannya pada seminar lokakarya nasional FORMOPPI-Balitbang Diknas 19 April 2005, bahkan mengemukakan bahwa secara fisiologis pendidikan ditantang untuk melakukan redefensi tentang tujuan, fungsi, dan hakikat pendidikan yang berperan sebagai “human education for all human being”. Pendidikan harus memiliki keseimbangan dalam perannya membangun peserta didik sebagai warga dunia, warga bangsa dan warga masyarakat. Dengan demikian, secara filosofis arah pendidikan harus menyeimbangkan antara hal-hal yang akan berdimensi masa depan dengan hal-hal yang berdimensi masa kini. Menurutnya secara substansi, arah pendidikan harus membekali peserta didik dengan kompetensi yang bersifat subject matter dan kompetensi lintas kurikulum (cross-curriculer competencies) yang diperlukan. Kompetensi subject matter berkatian dengan mata pelajaran yang harus benar-benar dipilih oleh satuan pendidikan sebagai dasar peserta didik untuk memahami dan mengembangkan kompetensi dirinya. Kompetensi lintas kurikulum adalah kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan  peserta didik sebagai individu, yang baik secara implisit maupun eksplisit terkait dengan beberapa mata pelajaran. Kemampuan lintas kurikulum yang sangat diperlukan antara lain kemampuan memecahkan masalah, komunikasi, hubungan sosial dan interpersonal, kemandirian, estetika dan etika. Kompensi-kompetensi lintas kurikulum tersebut tidak dapat dipelajari secara spesifik melalui mata pelajaran, tetapi merupakan kemampuan  yang diperoleh secara holistik dan integratif antar mata pelajaran. Dalam kehidupan yang semakin kompleks sering kali kompetensi lintas kurikulum merupakan instrumen yang sangat penting untuk dapat bertahan hidup (survival kit).

Secara pendagogis arah pendidikan terkait dengan pengembangan pendekatan dan metodologi proses pendidikan dan pemelajaran yang memanfaatkan berbagai sumber belajat (multi learning resources). Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan telah mengubah paradigma pendidikan yang menempatkan guru  sebagai fasilitator dan agen pembelajaran dimana peserta didik dapat memiliki akses yang seluas-luasnya kepada beragam media untuk kepentingan pendidikannya.


paradigma baru pendidikan



0 komentar:

Posting Komentar

Select Your Language