29 Feb 2012

BAB I Paradigma Konstruktivisme dan Pembelajaran


PARADIGMA ALTERNATIF PEMBELAJARAN

D.     Paradigma Konstruktivisme dan Pembelajaran

1.       Memahami Paradigma Konstruktivisme

Jika kita kaji secara cermat perubahan-perubahan paradigma dan pandangan pendidikan seperti dikemukankan di atas, maka kita dapat melihat adanya tuntutan terhadap perubahan proses pembelajaran yang menuntut terjadinya proses pemberdayaan  diri dan pengembangan potensi-potensi peserta didik secara holistik melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap guru. Dalam pembahasan pembelajaran, pengkajian yang mendlam tentang paradigma konstruktivisme merupakan tuntutan baru di tengah terjadinya perubahan besar dalam memaknai proses pendidikan dan pembelajaran.
Pergeseran paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menitikberatkan peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau siswa untuk mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar. Dalam kajian filsafat, berkembangnya konstruktivisme tidak terlepas dari perubahan pandangan yang cukup lama yang menempatkan pengetahuan sebagai representasi(gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pandangan yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan kumpulan fakta. Naumn akhir-akhir ini berkembang pesat pemikiran, terlebih dalam bidang sains yang menempatkan bahwa pengetahuan tidak terlepas dari subjek yang sedang belajar mengerti (Suparno, 1997:18). Dalam proses perkembangannya pemikiran-pemikiran baru semakin mendapat tempat yang luas, bahwa pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus-menerus berkembang dan berubah. Karena itu para ilmuwan semakin memberikan peluang bagi pembuktian dan penyempurnaan teori-teori temuannya untuk divertifikasi bahkan dirubah. Suatu perubahan pandangan yang sangat mendasar yang sebelumnya merupakan sesuatu yang sangat kurang mendapat perhatian.

Konstruktivisme merupakan respons terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan denga proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiata belajarnya sendiri. Hampir semua kalangan yang terlibat di dalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran mengetahui bahwa konstruktivisme merupakan paradigma alternatif pembelajaran yang muncul sebagai akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa dasawarsa belakangan ini. Konstruktivisme merupakan suatu filsafat  pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Von Glasefeld mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan  selalu merupakan suatu akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. oleh karena itu, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengamat, akan tetapi merupakan hasil konstruksi pengalaman manusia sejauh yang dialaminya. Menurut Piaget (1971), pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus-menerus berkembang setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

Dalam mencermati realitas kehidupan sehari-hari, para konstruktivis mempercayai bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusaha mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang mengartikan apa yang telah diajar dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin, 1992). Karena pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri, maka konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Individu itu sendirilah yang mengolah informasi-informasi yang ia peroleh untuk selanjutnya menjadi pengetahuan  yang ia bangun sendiri.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-pengalamannya. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Dalam konteks ini, pengalaman tidaaak hanya diartikan sebagai pengalaman fisik seseorang sebagaimana kita pahamidalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pengalaman pernah ke suatu tempat yang indah, pengalaman mengendarai mobil, melihat pesawat terbang dan sebagainya. Pengalaman dalam hal ini jugamencakup pengalaman kognitif dan mental. Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungan. Mengiginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Hampir semua kalangan yang terlibat di dalam mengkaji masalah –masalah pembelajaran mengetahui bahwa kontruktivisme merupakan paradigma alternative pembelajaran yang muncul sebagai akibat revulusi ilmiah yang terjadi beberapa dasawarsa belakangan ini. Kontruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi  (bentukan) kita sendiri (von glasenfeld dalam bettncourt,1989 dan Mathews, 1994).Von glasenfeld mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah suatau tiruan dari kenyataan (realitas ). Pengetahuan selalu erupakan akibat dari konstkruksi kognitif   melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang di lakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang di perlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengamat, kan tetapi merupakan hasil konstruksi pengalaman manusia sejauh yang di alaminya . menurut piaget (1971)pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus menerus berkembang setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pehaman yang baru.

Dalam mencermati realitas kehidupan sehari-hari, para konstrukvisi memeprcayai bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusaha mengtahui. Pengetahuan tidak dapat di pundahkan begitu saja dari otk seseorang (guru ke kepla orang lain (siswa ). Siswa sendirilah yang mengartikan apa yang telah di ajarkam dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (lorsbach &Tobin , 1992). Karena pengethaun yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri, maka konstruktivis menoalk kemungkian transfer pengetahuan dari seseornag kepada orang lain. Individu itu sendirilah yang mengolah informasi-informasi yang ia peroleh untuk selanjutnya menjadi pegetahuan yang ia bangun sendiri

Pengetahuan yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-pengalamnya. Tanpa penglaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Dalam konteks ini, pengalaman tidak hanya di artikan sebagai pengalaman fisik seseorang sebagaimana kita pahami dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pengalaman pernah pergi ke suaut tempat  yang indah, pengalaman mengendarai mobil, melihat pesawat terbang dan sebagainya. Pengalaman dalam hal ini juga mencakup. Pengalaman  kognitif dan mental. Pengetahuan di bentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang waktu ia berinteraksi dengan lingkungan.

Satu hal yang sangat penting adalah pandangan kontruktivisme yang memberikan tempat  yang luas bagi berkembangnya pemikiran-pemikiran  baru baru sebagai akibat perubahan lingkungan dan perkembangan seseorang. Menurut kontruktivisme pengetahuan bukanlah hsl ysng statis dan determenistik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Sebagai contoh pengetahuan kita tentng kucing , bukanlah pengetahuan yang sekali jadi, tetapi merupakan proses untuk semakin tahu. Ketika kita masih kecil, kita sering bermain-main dengan kucing, menjamah dan memeluknya, dan hal tersebut sering kita lakukan. Melalui pengalaman tersebut kita mengkonstruksi pengetahuan tentang kucing, sejauh yang kita dapat rekam dari pengalaman. Selanjutnya kita mempeoleh kesempatan untuk betemu dengan kucin-kucing lain. Interaksi kita dengan berbagai macam kucing menjadikan pengetahuan kita tentang kucing lebih lengkap dan rinci. Demikain itu terjadi secara terus menerus sehingga pembentukan pengetahuan tentang kucing  lebi lengkap dan lebih rinci. Demikian itu terjadi secara terus menerus sehingga pembentukan pengetahuan kita tehadap suatu obyek senakin kokoh dengan semakin banyaknya interaksi kta dengan lingkungan.

Karena kegiatan pembelajarran menekankan kemampuan siswa mengkonstruksi pengetahuanya sendiri, maka setiap siswa harus memiliki kemampuan untuk memberdayakn fungsi- fungsi psikis dan mental yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan proses konstruksi yang menurut beberapa kemampua dasar, yaitu; (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali penglaman,(2) kemampuan  membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, serta (3) kemampuan lebih menyukai penglaman yang satu dari pada pengalaman yang lain. Pentingnya kemampuan mengingat dan mengungkapkan karena konstruktivis  meng`kui bahwa pengetahuan seseorang terbentuk karena adanya interaksi dengan pengalaman-pengalamanya. Karena itu proses pembelajaran harus memberikan pengalaman belajar yang baik kepada siswa. Bagaiman semestinya mereka harus belajar, belajr berinteraksi dengan orang lain, belajar mengemukakan idea tau pikiran serta pengalaman-pengalamanya, semuanya  akan menjadi penglaman yang sangat penting bagi siswa, kemampuan membandingkan mempunyai arti penting dalam mendukung kemampuan mengkonstruksi pengetahuan, karena melalui kemampuan tersebut seseorang dapat menarik sifat-sifat yang lebih umum dari pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaanya untuk membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan.

Dalam sebuah kesimpulanya glaserfeld dan kitchencer (1987) memberikan penekanan tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan kontruktivisme, yaitu :
a.   Pengethuan bukanlah merupakan gambaran duni kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek
b.    Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan
c.  Pengetahuan di bentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan pengalaman –pengalaman seseorang

2.Implikasi Kontruktivisme dalam Pembelajaran

 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam pandangan kontruktivisme, belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang di pelajari dengan pengalaman-pengalaman yang di miliki seseorang sehingga pengetahuanya tentang obyek  tertentu menjadi lebih kokoh. Oleh karena itu terdapat, beberpa hal prinsip yang berkaitan dengan pemahaman tentang belajar;

a) Belaja berarti memebentuk makana. Makna dalam hal ini merupakan hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka lihat, rasakan dan alami. Konstruksi dalam artian ini terkai dengan pengertian yang telah ia miliki.
b) Konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Setiap kali seseorang berhadapan dengan fenomena atau pengalaman-pengalaman baru, siswa melakukan rekostrksi.
c) Secara substansial, belajar bukanlah aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-pemikiran baru. Belajar bukan merupakan hasil perkembangan akan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot,1996),suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran –pemikiran seseorang.
d) Proses belajar yang sebenarnya terjadi ketika skema pemikiran seseorang dalam keraguan yang menstimulir pemikiran-pemikiran lebih lanjut. Dalam waktu-waktu tertentu situasi mengandung keragu-raguan memilik unsure positif untuk mendorong siswa belajar
e) Hasil belajar di pengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkunganya
f) Hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah ia ketahui. Baik berkenaan dengan pengertian, konsep, formula dan sebagainya.
Kontruktivisme memandang kegiatan bekajr merupakan kegiatan aktif dalam  upaya menemulan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri. Foucoult dalam The Archeology,menyatakan pendidikan yang membelenggu merupakan transfer pengetahuan, sedang yang membebaskana merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan menjadi proses Transformasi yang di uji dalam kehidupan nyata (Maksum &Ruhend. 2004 : 178). Pemikiran –pemikiran yang mendasar inilah yang menyebabkan maka di alam proses pembelajaran siswa harus di dorong untuk memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk mengembangkan penalaran terhadap apa yang ia pelajari, dengan cara mencari makna, membandingkan sesuatu yang baru ia pelajar, dengan cara mencari makna, membandingkan sesuatu yang baru ia pelajari  dengan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Belajar dalam hal ini lebih di titi beratkan pada pengemmbangan pikiran yang memungkinkan siswa mampu memberdayakan fungsi-fungsi fisik dan psikologis dirirnya secara menyeluruh. Itulah sebabnya maka konstruktivisme menjadi landasan bagi beberapa teori belajar bermakna dan teori skema(Pannen, Mustafa dan sekarwinahyu, 2005:16)

          Karena proses belajar merupakan suatu prosses organic, di mana seseorang menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik sekedar mengumpulkan fakta, maka dalam pandangan konstruktivisme proses belajar seseorang mengalami perubahan konsep . pengeetahuan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang sekali jadi, kan tetapi melalui suatu proses dinamis yang yang berlangsung secara terus menerus. Dalam perkembangan tersebut, ada yang mengalami perubahan besar yang berkenaan dengan perubahan konsep lama melalui akomodasi, ada pula yang hanya mengembangkanya yang sudah melalui proses asimilasi (Pannen, Mustafa dan sekarwinahyu, 2005:16). Ketika siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, maka guru  berperan sebagai mediator untuk embangun pengetahuan mereka tersebut. Jelasnya belajar yang berarti terjadi melalui refleksi pemecahan masalah, pengertian-pengertian, dan dalam proses tersebut selalu ada aktifitas untuk memperbaharui tingkat pemikiran yang sebelumnya tidak lengkap. Hal inilah yang mengharuskan siswa untuk selalu berperan aktif, karena keberhasilan pembentukan pengetahuan-pengetahuan, pemikiran-pemikiran baru, baik melalui proses akomodasi maupun melalui asimilasi. Peran sentral siswi ini pula yang mendorong mereka untuk secara dinamis selalu beruapaya mencari dan mengembangkan kreai-kreasi baru  di dalam pembelajaran, melakukan percobaan-perconbaan dalam upaya mengembbangkan nalar dan kemampuanya untuk mencapai taraf berfikir yang lebih tinggi.

          Mencermati perankeaktifan siswa yang sanat peting di dalam konstruktivisme, ada baiknya kita membandimgkan dengan pandangan behaviorisme belajar lebih merupakan aktifitas pengumpuan informasi yang di perkuat oleh kegiatan aktif siswa meneliti lingkunganya (Bettencourt,1989). Bagi behavioris, pengetahuan itustatis dan sudah jadi, sedangkan bagi konstruktivis pengetahuan itu merupakan “suatu proses menjadi “. Mengajar dalam pandangan behavioris merupakan keiatan mengatur lingkungan agar dapat membantu belajar. Bagi konstruktivis, menajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis serta mengadakan justifikasi

          Karena siswa yang aktif beroeran membangun pengetahuandan pemahamanya sendiri, maka setiapsiswa harus mengtahuai keuatan dan kelemahanyang ia miliki . siswa hendakna memahai karakteristik belajarnya, bagaimana cara yangia anggap sesuai untuk membangun pengetahuanya yang seringkali berbeda dengan cara yang digunakan oleh individu-individu yang lain . memahai kejuatan sendiri,cara-caradan model belajar yang sesuai untuk diri sendiridalam pandangan konstruktivis menjadi bagian yang sangatpenting dalam upaya mencapai hasil belajar yang di haapkan yang di harapkam ketidakpahaman siswa tentang karakteristik diri dan model-model belajar yang sesuai dengan dirinaerpotensi untuk terjadnya kegagalan dalam belaja. Sebagai conroh, terdapat sebagaian siswa yangmerasa sangat terbantu mengigat satu inforasi/fakta atau konsepyang ia pelajari bilamanadi tuangkan dalam bentuk skema, gamab atau symbol-simbol tetrtentu. Siwa-siswa yang lain sangat terbantu menguasi konsep yang ia pelajaribilamana di tuagkan dalambentuk skema,gambar atau symbol-sibol tertentu siswa-siswa yang lain sangat terbantu memahami suatu konsep , fakta atau  informasi-informas bilaman mereka di beri kesempaan untuk membuat kesimpulan-kesimpula yan gmereka ssun sendiri. Sejumlah cirri khusus model belajar yang di milikiindividu seharsnya mereka pahami dengan   

          Baik sehingga ia adapt mencciptakan kreasi-kreasi sendiri dalam mempelajari sesuatu yang dapat memberikan kemudahan bafgi dirinya untuk membangun pengetahuan-pengethuan baru atau memprerluas penethauan yang telah di miliknya, pada sisi lain, guru di tuntut pula memahami karkaterisik perbedaan-perbedaan siswa di kelas, sehnga ia dapat memili odel-model pebelajaran yang aplikatif sesuai typology belajar siswa di kelas tersebut. Sepert di ketahui bahwa siswa dating ke kelas, membawa makna tertentu tentang dunianya, hal ini merpakan peneahuan dasar nerekauntuk dapat mengembnagkan pengetahuan dasar mereka untuk dapat mengembangkan pengetahuan yang baru siswa-siswa juga membawa berbagai latar perbedaan seperti latar  kememapuan intelektua, personal, sosial, cultural dan emosional. Bilamana perbedaan-perbedaan ini di abaikan  guru, maka beberapa kemungkinan yang tidak menguntungkan aktivitas dan hasil belajar, msalnya siswa motivasi belajar siswa rendah, ennggan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat, kurang menarik mendengar penjelasan-penjelasan guru,motivasi yang rendah untuk mengerjakan tugas. Bahakan bilamana keadaan-keadaan ini berlansung semakin lama, maka tidak mustahil siswa menjadi prustasi karena menganggap dirinya tidak dapat lagi mengikuti pelajaran ang di sampaikan guru. Hal-hal seperti ini tentu tidak harus terjadi bilamana guru berupaya secara terus menerus mengenal karakteristik siswanya dalam berbagai dimensi perbedaaan

          Meskipun menurut pandangan kontruktivis upayamembangunpengetauan di lakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses pembelajaran. Dalam pandangana ini, menajar memang tidak hanya diartikan menyimpan informasi, akan tetapi lebih menitiberatkan peranya sebagai mediator dan fasilisator (Suparno, 1997: 66). Dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilisator dapat di jabarkan dalam beberapa wujud tugas sebagai berikut       

1.     Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan ,murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan proses dan penelitian.
Dalam funi ini tentu saja cara-cara mengajar dengan memberikan informasi, penjelasan yang dominan dari guru melalui metode ceramah cenderung kurang memberikan pengalaman belajar yang optimal kepada siswa. Keiatan belajar hendaknya dapat memberikan kesempatan secara luas kepada siswa agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir, member kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya inisiatif dan kreativitas sesuai dengan modalitas belajarnya masing-masing. Pemberian kesempatan kepada para siswa untuk mampu merancang berbagai bentuk kegiatan. Merencanakan proses kegiatan dan merancang serta melaksanakan proses keiatan dan merancang serta melaksanakan penilitain merupan bentuk-bentuk nyata aktivitas pembelajaran yang memiliki muatan pengalaman belajar yang tinggi dalam melatih kemampuan dan mengembangkan inisiatif serta kreativitas siswa sebagaiman diharapkan

2.       Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahauan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya .
dalam pandangan kontruktivisme, ukuran keberhasilan belajar utamanya bukan pada banyaknya informasi atau pengetahuan yang di dapatkan, karena bilamana indicator tersebut yang di jadikan patokan, maka pembelajaran menjadi kegiatan yang static dan kurang bermakna. Penempatan siswa sebagai subyek aktif mengharuskan mereka untuk terus menerus mengembangkan potensi dan kemampuanya dengan melakukan aktivitas-aktivitas untuk meemukan sesuatu, membangun sendiri pengetahuanya, ekspresi dan gagasan-gagasanya dalam setiap sesi kegiatan pembelajaran. Dalam keadaaan demikian maka pemilihan atau penentuan metode mengajar yang di pergunakan guru hendaknya di dasari analisis yang cermat yang memungkinkan siwa-siwanya   Aktif dan terdoroang untuk mengembangkan rasa keingitahuanya buakn sekedar menyuuhkan informasi yang memposisiskansebagai obyek yang pasif. Guru juga di tunutut member kesempatan yang luas  kepada siswa agar mereka memiliki waktu yang cukup, rasa percaya diri yang tinggi unutk mengekspresikan gagasan-gagasan dan ide-ide mereka memiliki waktu yang cukup, rasa percaya diri yang tinggi untuk mengekspresikan gagasan-gagasan dan ide mereka terkait dengan bahan atau materi pembelajaran. Disamping menyediakan kesempatan yang yang memadai bagi siswa untuk tumbuhnya ide-ide baru siswa, guru juga harus cermat memilih dan menentukan sarana belajar yang memungkinkan mereka  memperoleh pengalaman belajar yang memadai, menantang kemampuan berfikr serta mampu membangkitkan motivasi guna memahami lebih mendalam apa yang sedang dipelajari

3.  Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran-pemikiran siswa dapat di dorong secara aktif.
Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur ketercapain materi pembelajaran, akan tetapi juga harus memperhatikan perubahan-perubahan cara berfikir siswa. Apakah kemampuan siswa mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang di hadapinya semakin baik, sehingga kemampuan dan trampil memecahkan masalah, megatasi kesulian yang dihadapi. Apakah kemampuan siswa mengkomunikasikan persoaln-persoalan yang di hadapinya semakin baik, sehinga kemampuan dan ketrampilan berpiirnya semakin meningkat.petanyaan-pertanyaan di atas perlu di kaji secara cermat oleh guru, agar pembelajaran yang di kelolanya dari waktu ke waktu juga semakin baik. Sejalan dengan hal ini ada beberapa tindakan spesifik yang perlu dilakuka guru untuk mengoptimalsasi peranya dalam proses pembelajaran:

a.   Untuk mrningkatkan kecermatan guru dalam mengerti apa yang sudah siswa ketahui, maka di perlukan peringatan intensitas interaksi antara guru dan siswa.
b.     Tujun pembelajaran dan aktivitas-aktivitasdi kelas sebaiknya dibicarakanbersam dengan siswa agar mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan tersebut dan mendapat pengalaman belajr melalui keterlibatan langusng di kelas.
c.    Guru perlu berupaya secara intensif untuk mengetahui pemgalamn-pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.untuk itu maka pembinaan komunikasi dialogis antara guru dan siswa. Untuk itu maka pembinaan komunikasi dislogis sntsrs gurudan siswa  harus terus di kembangkan
d.  Guru perlu berupaya mendorong tumbuhnya rasa percaya diri siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
e.  Guru pelu bersikap fleksibel, membina keakraban dengan siswa sehingga semakin dapat memahami pemikiran-pemikiran siswa serta kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan cara demikian pula guru akan lebih mudah mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam membangun pengetahuan dan meningakatkan kemampuan berfikir mereka.

Dari uaraian-uraian dan conth yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran kontruktivisme,yaitu;
1)       Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktiff
2)       Tekanan proses belajar terletak pada siswa belajar;
3)       Mengajar adalah membantu siswa belajar ;
4)       Penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir ;
5)       Kuriklum menekankan parisipasi siwa;
6)       Guru adalh fasilisisator

Atas dasar prinsip tersebut, Brooks and Brooks (1993) engatakn perbedaan situasi pembelajaran trdisional dengan pembelajaran kontruktivisme dapat di jabarkan seperti pada table berikut ;

Tabel 1.1
Perbedaan Situasi Pembelajaran Berdasarkan Pandangan
Tradisional dan Kontruktivisme
Dimeni
Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran kontruktivisme
Ruang lingkup pembelajara
Disajikan secara terpisah bagian perbagian dengan penekanan pada pencapaian ketrampilan dasar
Disajikan secara utuh dengan penjelasan tentang keterkaitan antar bagian, dengan penekana
Kurikulum
Harus diikuti sampai habis
Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa adalah penting
Kegiatan pembelajran
Berdasarkan buku teks yang sudah di temukan
Berdasarkan beragam sumber informasi primr dan materi-materi yang dapat di manipulasi langsung oleh siswa
Keduduka siswa
Dilihat sebagai sumber kosong tempat ditumpahkanya semua pengetahuan dari guru
Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan

  

Dimensi
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran kontruktivisme

Guru mengajar dan menyebarakan iformasi keilmuwan kepada siswa
Guru yang berdsikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilisator dan menjadi fasilisator
Penyelesaian masalah pembelajaran
Se;lalu mencari jawaban yang benar untk memvelidasi proses belajar siswa
Guru mencoba presepsi siswa agar dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang di peroleh siswa untuk pembelajaran selanjutnya
Penilaain proses pembeljaran
Merupakan bagian yang terpisah dari pembelajaran dan dilakukan hamper selalu dalam benuk tes/ujian
Merupakan bagian integral dalam pembelajaran, dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja melalui pameran karya siswa dan portopolio
Aktivitas belajar siswa
Siswa lebihbanyak belajar sendiri
Lebihbanyak belajar dalam kelompok
Diadaptasi dari Brooks &Brooks(1993),pannen(2005)
Dari tabel di atas anda dapat menarik kesimpulan beberapa hal mendasar yang membedakan pembelajran tradisional dan kontruktivisme. Uraian tersebut juga dapat dijadikan kerangka berpikir bagi guru unutk menjabarkan nilai spesifik dan operasional langkah kegiatan pembelajaran yang sswa berperan membangun pengetahuan melalui kreatifitasnya dalam kegiatan pembelajaran

Rangkuman

Terjadinya perubahan-perubahan paradigma pendidikan yang menempatkan manusia sbaai sumberdaya yang utuh memberikan arah kebijakan mendasar dalam mendasar dalam meletakan kerangka bagi pembangunan pendidikan masa mendatang. Perubahan-perubahan pandangan ini berimplikasi terhadap terjadinya perubahan cara pandang bahkan perubahan konsep memkanai eksistensi, prinsip-prinsip dan pendekatan-pendekatan pembelajaran .

          Proses pembelajra yang diharapkan terjadi adalah suatu proses yang dapat mengembankan potensipotensi siswa secara menyeluruluh dan terpadu. Pengembangan dimensi-dimensi individu secara parsial tidak akan mampu mendukung optimalisasi pengembangan potensi jiwa sebagaiman diharapkan. Karena itu dalam proses pembelajaan, guru tidak hanya di tuntut menyampaikan materi pelajaran kan teapi harur mengaktualisasi peran strategisnya dalm upaya  membentuk watak siswa melalui pengembangan kepribadian dan niai-nilai yang berlaku, secara substansi, arah pendididkan dan pembelajaran harus dapat membekali peseta didik denagan kompetensi mata pelajaran kompetensi lintas kurikulm yang terarah pada kemampuan memecahkan masalah, komunikasi, hubungan, sosial dan interpersonal, kemandirian, etika dan estitika yang harus di peroleh secara holistic dan integrative melaluiproses pembelajaran harus bertumpu pada empat pilar utama learning to know, learning to do, learning to live together, learning tolve with other s, and learning to be  

          Untuk memendukung terwujudnya proses pembelaja yang dapat mendorong pengembangan potensi siswa secara kmpehensip, maka guru harus memiliki wawasa dan kerangka pikir holistic tentang pembelajaran. Pembelajran harus merupakan bagian dari proses pemberdayaan drisiswa secara utuh. Karena itu pembelajran harus mampu harus merupakan bagian dari proses pemberdayaan diri siswa secara utuh. Karena itu pembelajaran harus merupakan bagian dari proses pemberdaya diri siswa secara utuh. Karena itu pembelajaran harus mampu mendorong tumbuhmya kreativitas optimal dari setiap siswa. Karena itu keberadaan paradigm kontruktivisme menjadi alternative yang perlu dikaji secara cermat agar prinsip-prinsip dasarnya dapat di implementasikan di dalam proses pembeljaran. Sebagai salah satu paradigm alternative konstruktivisme memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemuakn pengetahuan, konsep , kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatanmekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja. Pandangan ini penting untuk di pahami agar guru dapat mnggunakan semua sumberbelajar untk mendorong peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan mmengembangkan kemampuan dirinya.

Laithan
1. Jelaskan beberapa perunbahan  pandangan mendasar tentsng pendidikan dan pembelajran!
2. Mengsps paradigm alternative dalam pembelajaran diperlukan teruatma jika dikaitkandengan perubahan pandangan tentang eksistensi pendidikan!
3.  Apa maksud pendidikan sebagai proses pemberdayaan diri jika perlu di sertai alasan saudara dengan contoh!
4.     Mengapa pembelajaran dikatkan sebaga pilar utama pendidikan!
5. Diskusikan dngan rekan-rekan anda, eksistensi 4 pilar pendidika yang di rumuskan oleh UNESCO!
6.   Apayang saudara ketahui tetang paradigm kontruktivisme ?
7. Kemungkina beberpa bentuk nyata penerapan paradigm lontruktivisme dalam pembelajaran!    


Paradigma pembelajaran

0 komentar:

Posting Komentar

Select Your Language